Selasa, 13 Maret 2012

MAKALAH BERWIRAUSAHA

I. PENDAHULUAN Islam sebagai agama Allah yang sempurna memberikan petunjuk kepada manusia tentang bidang usaha yang halal, cara berusaha, dan bagaimana manusia harus mengatur hubungan kerja dengan sesama mereka supaya memberikan manfaat yang baik bagi kepentingan bersama dan dapat menciptakan kesejahteraan serta kemakmuran hidup bagi segenap manusia. Islam tidak hanya menyuruh manusia bekerja bagi kepentingan dirinya sendiri secara halal, tetapi juga memerintahkan manusia menjalin hubungan kerja dengan orang lain bagi kepentingan dan keuntungan kehidupan manusia di jagat raya ini. Oleh karena itu, dalam bidang usaha dan wiraswasta Islam benar-benar memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas untuk dapat dijadikan pedoman melakukan usaha dan wiraswasta yang baik. Selain itu, Islam juga mengatur secara jelas hubungan kerja antara pemberi kerja dan karyawan atau buruh atau pembantu yang melaksanakan perintah dari pemberi kerja. Islam juga memberikan petunjuk dengan jelas masalah utang-piutang antara seseorang dan yang lain dalam melakukan transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena masalah utang-piutang merupakan hal yang tidak bisa diabaikan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, secara jelas Islam memberikan ketentuannya agar tidak terjadi perselisihan dan permusuhan akibat utang-piutang. Untuk itu dalam pembahasan makalah ini kami akan menyajikan bahan diskusi yang berjudul : Berwirausaha. kami akan mencoba memaparkan Apa pengertian wirausaha, Bagaimanakah ciri dan watak dalam berwirausaha, dan Apa saja hadits-hadits yang berhubungan dengan wirausah. II. RUMUSAN MASALAH A. Apa Pengertian Wirausaha ? B. Bagaimanakah Sifat-Sifat dalam Berwirausaha ? C. Apa saja Hadits-Hadits yang Berhubungan dengan Wirausaha ? III. PEMBAHASAN A. Apa Pengertian Wirausaha. Wirausaha berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti : laki-laki, pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani (jantan) dan berwatak agung. Usaha, berarti kegiatan, perbuatan amal, bekerja dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud. Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu. Ini baru dari segi etimologi (asal usul kata). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya serta memasarkannya. Jadi wirausaha itu mengarah kepada orang yang melakukan usaha/kegiatan sendiri dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Islam memang tidak memberikan penjelasan secara eksplisit terkait konsep tentang kewirausahaan (entrepreneurship) ini, namun di antara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat; memiliki ruh atau jiwa yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda. Dalam Islam digunakan istilah kerja keras, kemandirian (biyadihi), dan tidak cengeng. Setidaknya terdapat beberapa ayat al-Qur’an maupun Hadis yang dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian ini, seperti; “Amal yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan cucuran keringatnya sendiri, (HR.Abu Dawud)”. Islam memandang bahwa bekerja merupakan satu kewajiban bagi setiap insan. Karena dengan bekerja, seseorang akan memperoleh penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan juga keluarganya serta dapat memberikan maslahat bagi masyarakat di sekitarnya. Menurut Isa Abduh dan Ahmad Ismail Yahya dalam al-Amal fi al-Isl'm (1119 H: 49), Islam adalah agama yang menekankan amal atau bekerja. Sebab, amal atau bekerja merupakan salah satu cara praktis untuk mencari mata pencarian yang diperbolehkan Allah SWT. Bekerja dalam Islam merupakan kewajiban bagi setiap individu atau kelompok. Konsep amal dalam Islam sangat luas dan tidak hanya menyangkut soal bisnis atau dagang. Amal adalah setiap pekerjaan yang dilakukan manusia yang pantas untuk mendapatkan imbalan (upah), baik berupa kegiatan badan, akal, indra, maupun seni. Orang yang dengan ikhlas bekerja keras (Enterprener) mengharapkan keridhaan Allah SWT nantinya akan mendapatkan pahala atau manfaat yaitu : 1) Akan diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT. 2) Dihapuskan dosa-dosa tertentu yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa dan shadaqah. 3) Mendapatkan cinta Allah SWT. 4) Terhindar dari azab neraka. 5) Bekerja mencari nafkah digolongkan dalam fi sabililah. B. Bagaimanakah Sifat-Sifat dalam Berwirausaha. Jiwa entrepreneur seseorang bukanlah merupakan faktor keturunan, namun dapat dipelajari secara ilmiah dan ditumbuhkan bagi siapapun juga. Pendidikan entrepreneurship dapat dilakukan apabila pendidik sudah memiliki jiwa entrepreneur yang tinggi. Yang penting dan yang utama dari pendidikan entrepreneurship adalah semangat untuk terus mencoba dan belajar dari pengalaman. “Gagal itu biasa, berusaha terus itu yang luar biasa”. Maka kita harus mencoba dan mencoba sampai berhasil. Keberhasilan seorang entrepreneur dalam Islam bersifat independen. Artinya keunggulannya berpusat pada integritas pribadinya, bukan dari luar dirinya. Hal ini selain menimbulkan kehandalan menghadapi tantangan, juga merupakan garansi tidak terjebak dalam praktek–praktek negatif dan bertentangan dengan peraturan, baik peraturan agama maupun peraturan teknis negara tentang usaha. Integritas entrepreneur muslim tersebut terlihat dalam sifat – sifatnya, antara lain: 1) Taqwa, tawakal, zikir dan bersyukur. Sifat ini harus dimiliki oleh wirausahawan karena dengan sifat-sifat itu kita akan diberi kemudahan dalam menjalankan setiap usaha yang kita lakukan. Dengan adanya sifat takwa maka kita akan diberi jalan keluar penyelesaian dari suatu masalah dan mendapat rizki yang tidak disangka. Dengan sikap tawakkal, kita akan mengalami kemudahan dalam menjalankan usaha walaupun usaha yang kita jalani memiliki banyak saingan. Dengan bertakwa dan bertawakkal maka kita akan senantiasa berzikir untuk mengingat Allah dan bersyukur sebagai ungkapan terima kasih atas segala kemudahan yang kita terima. Dengan begitu, maka kita akan merasakan tenang dan melaksanakan segala usaha dengan kepala dingin dan tidak stress. 2) Niat Baik dan Ibadah. Bagi seorang muslim, menjalankan usaha merupakan aktifitas ibadah sehingga ia harus dimulai dengan niat yang suci (lillahi ta’ala), cara yang benar, dan tujuan serta pemanfaatan hasil secara benar. Sebab dengan itulah ia memperoleh garansi keberhasilan dari Tuhan. 3) Selalu berusaha Meningkatkan llmu dan Ketrampilan. Ilmu pengetahuan dan ketrampilan, dua pilar bagi pelaksanaan suatu usaha. Oleh karenanya, memenej usaha berdasarkan ilmu dan ketrampilan di atas landasan iman dan ketaqwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan seorang entrepreneur. 4) Jujur. Dalam mengembangkan harta seorang wirausaha harus menjunjung tinggi kejujuran, karena kejujuran merupakan akhlaq utama yang merupakan sarana yang dapat memperbaiki kinerja bisnisnya, menghapus dosa, dan bahkan dapat mengantarkannya masuk kesurga. Kejujuran merupakan salah satu kata kunci dalam kesuksesan seorang entrepreneur. Sebab suatu usaha tidak akan bisa berkembang sendiri tanpa ada kaitan dengan orang lain. Sementara kesuksesan dan kelanggengan hubungan dengan orang lain atau pihak lain, sangat ditentukan oleh kejujuran keduabelah pihak. 5) Puasa, Sholat Sunat dan Sholat Malam. Hubungan antara bisnis dan keluarga ibarat dua sisi mata uang sehingga satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Sebagai seorang entrepreneur, disamping menjadi pemimpin di perusahaannnya dia juga menjadi pemimpin di rumah tangganya. Membiasakan keluarga, istri, anak, untuk melaksanakan puasa-puasa atau sholat-sholat sunat dan sholat malam harus dilakukan seorang entrepreneur muslim, karena dapat memberikan bekal rohani untuk menjalankan usahanya. 6) Proaktif Salahsatu karakter yang menonjol dari seorang wirausaha ini adalah proaktif, yaitu suka mencari informasi yang ada hubungannya dengan dunia yang digelutinya (berinisiatif dan tegas). Informasi yang ia dapatkan tadi nantinya ia dapat menyusun strategi untuk menghadapi persaingan pasar. C. Apa saja Hadits-Hadits yang Berhubungan dengan Wirausaha. a) Hadits tentang berkerja yang Terampil. عن عاصم بن عبيد الله, عن سالم, عن أبيه, قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : << ان الله يحب المؤمن المحترف >> وفى رواية ابن عبدان : << الشاب المحترف >> ( أخرجه البيهقي ) Artinya: “Dari ashim bin ubaidillah, dari salim, dari bapaknya, berkata : rasulullah bersabda << Sesungguhnya Allah SWT menyangi orang mukmin yang bekerja secara terampil>> dan diriwayatkan ibn abdan : >>pemuda yang yaitu orang yang berkerja<<” Dari hadis diatas dapat kita ketahui bahwasannya allah itu menyayangi orang-orang yang mau berkerja, karena dengan berkeja seseorang mampu menghidupi dirinya sendiri maupun orang lain (keluarga). Yang dimaksud berkerja disini yaitu orang yang mencari nafkah untuk keluarganya dan sama sekali tidak mentelantarkannya. Dan ia tidak berlarut-larut dalam beribadah, melainkan ia berwirid ketika bekerja, atau mendatangi pasar dan selalu tetap dalam usaha. Dan yang penting, ia senantiasa mengingat Allah dalam hatinya ketika ia bekerja. Jadi yang penting adalah ia tidak melupakan Allah ketika bekerja. Bahkan ia bertasbih, berzikir, membaca qur’an. Sebab hal itu bisa dilakukan sambil bekerja dan tidak akan ada yang dikorbankan. Dan bila selesai usahanya maka ia kembali melakukan ibadah. Dengan demikian, tiada artinya orang yang fisiknya sehat namun tidak bekerja keras untuk mencari nafkah demi keluarganya. Para nabi saja bekerja keras untuk menghidupi keluarganya, seperti Nabi Ibrahim as. yang bekerja sebagai pedagang sandang. Seorang pekerja yang ikhlas dan terampil adalah ciri insan yang cerdas dan ahli dalam melakukan sesuatu dan ahli dalam pekerjaannya, mampu menunaikan tugas yang diberikan kepadanya secara terampil dan sempurna, dan diiringi adanya perasaan selalu diawasi oleh Allah dalam setiap pekerjaannya, semangat yang penuh dalam meraih keridhaan Allah dibalik pekerjaannya. Model pegawai atau buruh seperti tidak membutuhkan adanya pengawasan dari manusia; berbeda dengan orang yang melakukan pekerjaan karena takut manusia, sehingga akan menghilangkan berbagai sarana yang ada, melakukan penipuan terhadap apa yang dapat dilakukan. Adapun pegawai yang mukhlis, yang bekerja dibawah perasaan adanya pengawasan oleh Dzat yang tidak pernah lengah sedikitpun, dan tidak ada yang tersembunyi atas apa yang tersembunyi di dalam bumi dan di langit. Maka dari itu kita sebaiknya janganlah bermalas-malasan, berdiam diri ditempat tanpa mau berkerja untuk mengejar cita-cita kita. Ada dua faktor yang mempengaruhi semangat berkerja atau wirausaha yaitu: 1. Faktor Internal Dorongan dalam dirinya dan bersumber dari kebutuhan: kebutuhan bertahan hidup, kebutuhan bersosialisasi ,kebutuhan spiritual ,harga diri dan aktualisasi. 2. Faktor eksternal Dorongan dari orang lain seperti teman, istri/suami/keluarga, tetangga,masyarakat dan Negara. b) Hadits tentang orang yang meninggalkan dunia. عن انس بن مالك قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ليس بخيركم من ترك دنياه لآخرته ولا اخرته لدنياه حتى يصيب منهما جميعا فإن الدنيا بلاغ الى الأخرة ولا تكونوا كلا على الناس ( رواه الديلمى وابن عساكر ) Artinya : " Dari Anas r.a. berkata : Nabi SAW bersabda " Bukan orang yang baik diantara kamu, orang yang meninggalkan kepentingan dunia untuk mengejar akhiratnya, atau meninggalkan akhirat karena mengejar dunia, sehingga dapat mencapai keduanya, karena dunia bekal untuk akhirat, dan kamu jangan menyandarkan diri pada belas kasihan orang". Hadist tersebut di atas menjelaskan tentang kehidupan manusia yang seharusnya, yaitu kehidupan yang berimbang, kehidupan dunia harus diperhatikan disamping kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap orang yang hanya mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat dilupakan. Sebaliknya Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk konsentrasi hanya pada urusan akhirat saja sehingga melupakan kehidupan dunia. Dunia adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. manusia hidup didunia memerlukan harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan, munum, pakaian, tempat tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus dicari dan diusahakan. Harta juga bisa digunakan untuk bekal beribadah kepada Allah Swt., karena dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri tidak lepas dari harta. Contohnya sholat memerlukan penutup aurat (pakaian). ibadah haji perlu biaya yang cukup besar . dengan harta kita bisa membayar zakat, sadaqah, berkurban, menolong fakir miskin dan sebagainya. Kehadiran kita di dunia ini jangan sampai menjadi beban orang lain. Maksudnya janganlah memberatkan dan menyulitkan orang lain. Dalam hubungan ini, umat Islam tidak boleh bermalas-malasan, apalagi malas bekerja untuk mencari nafkah , sehingga mengharapkan belas kasihan orang lain untuk menutupi keperluan hidup sehari-hari. Dalam surat al-Qashash ayat 77, Allah mengingatkan: وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ Artinya: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."(QS. al-Qashash ayat 77) Kehidupan dunia dan akhirat bagaikan mata rantai yang tak terpisahkan, kehidupan dunia harus dinikmati sebagai rahmat Allah, dan dijadikan persiapan dan mencari bekal untuk menuju kehidupan yang hakiki yang penuh kebahagiaan, yaitu akhirat. Diantara proses bekal yang akan di bawa oleh manusia melalui hartanya adalah dengan jal an menafkahkan hartanya dijalan Allah. Yaitu diantaranya dengan jalan zakat, infaq dan sedekah. c) Hadits tentang berusaha dengan tangannya sendiri. عن المقدام رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ما أكل آحد طعاما قط خيرا من ان يأكل من عمل يده وان نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده ( أخرجه البخارى ) Artinya : ”Dari Al-Miqdam bin Ma’dikariba ra., dari Rasulullah SAW., beliau bersabda : seseorang yang makan hasil usahanya sendiri, itu lebih baik. Sesungguhnya nabi Daud as., makan dari hasil usahanya sendiri.” Dalam hadits-hadits yang disebutkan di atas, menunjukkan bahwa bekerja merupakan perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran Islam. Rasulullah saw memberikan pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja. Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang teramat mulia. Islam sangat menghargai orang yang bekerja dengan tangannya sendiri. Hadits diatas juga menerangkan bahwa rizki yang baik adalah rizki yang didapat dari jalan yang halaldan dari usahanya sendiri. Dalam hadis ini juga dicontohkan bahwa Nabi Daud walaupun beliau seorang nabi dan kehidupannya dijamin oleh allah swt., tetapi nabi daud tetap berkerja keras dan tetap berusaha dalam memenuhi kehidupannya. Akan tetapi hal itu menjadi salah ketika dalam mencari nafkah dan proses mengumpulkan harta itu sampai membuat dia meninggalkan pekara yang wajib atau sampai membuat terjatuh mengerjakan perkara yang haram. Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ Artinya : “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiquun : 9) Dan juga ingatlah juga firman Allah tentang larangan mencari harta dengan cara yang bathil : وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil ” (QS. Al-Baqarah : 188) Ketika seseorang merasa kelelahan atau capai setelah pulang bekerja, maka Allah Swt mengampuni dosa-dosanya saat itu juga. Selain itu, orang yang bekerja, berusaha untuk mendapatkan penghasilan dengan tangannya sendiri baik untuk membiayai kebutuhannya sendiri ataupun kebutuhan anak dan isteri (jika sudah berkeluarga), dalam Islam orang seperti ini dikategorikan jihad fi sabilillah. Dengan demikian Islam memberikan apresiasi yang sangat tinggi bagi mereka yang mau berusaha dengan sekuat tenaga dalam mencari nafkah (penghasilan). Orang yang beriman dilarang bersikap malas, berpangku tangan, dan menunggu keajaiban menghampirinya tanpa adanya usaha. Allah menciptakan alam beserta segala isinya diperuntukkan bagi manusia. Namun, untuk memperoleh manfaat dari alam ini, manusia harus berusaha dan bekerja keras. IV. KESIMPULAN Jadi semua umat Islam mesti bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal itu pula yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sejak kecil hingga akhir hayatnya. Misalnya ketika ia mengembala biri-biri serta berniaga hingga ke negeri Syam dengan penuh semangat dan jujur. Begitu pula para sahabat memberikan keteladanan bekerja keras, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lainnya. Mereka memiliki semangat kerja keras yang tinggi baik dalam berusaha maupun berdakwah menegakkan agama Allah. Harta yang mereka peroleh dari usaha yang kerja keras mereka gunakan untuk menyantuni fakir miskin dan kepentingan agama Islam. V. PENUTUP Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayat, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, semoga uraian-uraian yang kami sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri dan para pembaca. Kami menyadari makalah ini masih kurang sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif sangat membantu dalam kesempurnaan makalah ini. Kami berdo’a kepada Allah semoga Allah meridhoi makalah ini. Amin . . . . . . DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Ma’ruf, Wirausaha Berbasis Syari’ah, Banjarmasin: Penerbit Antasari Press, 2011 As-Suyuthi, Imam Jalaludin Abdurrahman, Terjemah Aljami’us Shaghier, Diterjemahkan Oleh Nadjih Ahjad dari Aljami’us Shaghier, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985 Nawawi, Imam, Terjemah Riyadhu Ash-Shalihin, Diterjemahkan Oleh Achmad Sunarto Dari Kitab Riyadhu Ash-Shalihin (jilid 1), Jakarta : Pustaka Amani, 1999 Sya’roni, Mahmud, Cermin Kehidupan Rasul, Semarang: Aneka Ilmu, 2006 Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005 Wijatno, Serian, Pengantar Enterpreneurship, Jakarta: PT. Grasindo, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar